Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Hokky Situngkir mengungkap sederet keresahan pasca dirinya menjabat 3 pekan menggantikan posisi Semuel Abrijani Pangerapan yang mengundurkan diri pada awal Juli 2024.
Hokky mengakui masih ada pekerjaan rumah alias PR yang perlu dibenahi, termasuk dari sisi keamanan data. Sebab, Hokky menilai bahwa masalah keamanan data perlu dibenahi melalui literasi digital untuk mencapai tranformasi digital.
“Kita mendengar data breach lah, kita mendengar apa segala macam, masyarakat yang tertipu, posting KTP-nya di medsos,” kata Hokky dalam acara Ngopi Bareng di Gedung Kemenkominfo, Jakarta, Jumat (9/8/2024).
Pasalnya, Hokky mengibaratkan data seperti emas yang harus diperlakukan seperti minyak baru.
“Itu memang satu PR yang besar yang salah satu strategi yang mungkin adalah bahwa sejak dini ketika ada pengembangan transformasi digital,” ujarnya.
Selain itu, Hokky menyampaikan bahwa dirinya bertemu dengan pihak Google dan menyebut aksi cybercrime berisikan sekumpulan penjahat yang menggunakan teknologi komunikasi canggih dengan menipu.
“Dan Google kan salah satu mesin pencarian lain juga kan sangat memperhatikan konten moderasi yang terkait dengan perlindungan anak tadi, banyak concern konten-konten ilegal. Mereka sendiri itu kesulitan untuk catch up ini,” ungkapnya.
Tak heran Hokky menyebut bahwa judi online terus berevolusi dengan teknologi yang makin canggih menggunakan teknologi teranyar kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
“Figur-figur yang di belakang judi online itu kan makin berevolusi terus, sudah pakai machine learning, pakai AI, pakai segala macam. Kita pun harus catch-up,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyatakan bahwa judi online merupakan penipuan terbesar bagi rakyat Indonesia.
“Yang pasti judi online adalah penipuan terbesar bagi rakyat Indonesia, karena ditipu, rakyat ditipu oleh bandar judi bagaimana uang Rp50.000 bisa menjadi Rp1 miliar,” kata Budi dalam acara Emak-Emak Anti Judi Online di Gedung Kemenkominfo, Jakarta, Kamis (1/8/2024).
Pasalnya, Budi menjelaskan korban judi online diberi harapan palsu untuk bisa mendapatkan uang yang berkali-kali lipat. Dia pun menyebut judi online sudah termasuk ke dalam kategori penipuan.
“Diberi mimpi palsu, harapan palsu, jadi judi online ini kategorinya penipuan, scam, karena itu kita juga harus menyadarkan masyarakat bahwa jangan sampai tertipu oleh judi online dan pinjaman online ilegal,” ungkapnya.
Selain judi online, Kemenkominfo juga menyoroti pinjam online (pinjol) ilegal yang masih menjamur di tengah masyarakat. Menurut Budi, judi online dan pinjol ilegal memiliki hubungan yang saling terikat layaknya adik dan kakak.
“Karena setiap kita main judi, begitu kalah, ada yang menawarkan pinjol ilegal. Makanya nanti kami serukan kepada seluruh masyarakat pinjol ilegal akibat judi nggak usah bayar. Karena mereka menipu kita, menipu rakyat Indonesia,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Budi menuturkan bahwa dengan memberantas judi online, maka bisa menyelamatkan keluarga Indonesia. Terlebih, anak-anak dan ibu-ibu merupakan bagian yang paling rentan dan menderita akibat judi online. Dia pun menegaskan bahwa aktivitas perjudian adalah aktivitas yang haram.
“Dan buat siapapun yang selama ini menikmati bisnis haram judi online, waktunya untuk berhenti, kasihan rakyat, karena dengan kita peduli kepada rakyat dan kasihan kepada rakyat, maka kita memberi kontribusi bagi kemajuan Indonesia khususnya untuk mewujudkan cita-cita Indonesia emas 2045,” terangnya.
Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada sebanyak 168 juta transaksi judi online dengan total akumulasi perputaran dana mencapai Rp327 triliun sepanjang 2023. Sejak 2017, akumulasi perputaran dana transaksi judi online mencapal Rp517 triliun.
Mirisnya, korban di masyarakat tidak hanya orang tua, melainkan juga anak-anak. Jika ditinjau dari data demografi, pemain judi online merupakan usia di bawah 10 tahun mencapai 2% dari pemain dengan total 80.000.
Selanjutnya, pemain di rentang usia 10–20 tahun sebanyak 11% atau kurang lebih 440.000 orang, serta usia 21–30 tahun sebanyak 13% atau 520.000 orang.